Jumat, 05 Mei 2017

ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM



ETIKA DAN KODE ETIK PROFESI HUKUM







Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Dosen Pengampu :
Udiyo Basuki, S.H., M.Hum.
Disusun oleh:
Novia Alfia Istiqomah
16340021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar belakang
Banyak dari aspek-aspek terpenting dari tatanan masyarakat untuk sebagian besar bergantung pada berfungsinya profesi-profesi dengan baik. kegiatan pengembangan dan penerapan ilmu dilaksanakan dalam suatu konteks profesional. Dalam tatanan masyarakat modern, terjalin erat hasil dari berfungsinya profesi-profesi. Profesi-profesi dalam sistem sosial okupasi (pekerjaan) menempati kedudukan yang sangat strategis (talcoot persons dalam “essays in sociological theory”, 1964).
Terhadap profesi-profesi tadi dapat terjadi kemerosotan dalam kegiatan pengembangannya sebagai akibat dilanggarnya etika dan kode etik profesi serta mengapa profesi memerlukan etika dan kode etik, akan menghasilkan jawaban yang bergantung pada pengertian kata profesi.


B.   Pembahasan
1.    Pengertian profesi ?
2.    Pengertian etika ?
3.    Etika profesi, kode etik dan landasan ?
4.    Profesi hukum ?
5.    Fungsi kode etik profesi hukum ?
6.    Pentingnya kode etik profesi hukum ?
7.    Contoh studi kasus
C.   Tujuan
1.    Mengetahui apa itu profesi
2.    Mengetahui pengertian etika
3.    Mengetahui etika dan kode etik dalam profesi hukum
4.    Mengetahui tujuan adanya etika dan kode etik profesi hukum
5.    Mengetahui apa saja yang termasuk dalam profesi hukum


















BAB II
PEMBAHASAN
1.    Apa itu Profesi
Dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan pengertian profesi, adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian. (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.[1]
Sejalan dengan pengertian profesi diatas, habeyb menyatakan bahwa, profesi adalah pekerjaan dengan keahlian khusus sebagai mata pencarian.[2]
Sementara itu menurut komaruddi, profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena sifatnya menurut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa.[3]
Kata profesi dan profesional sesungguhnya memiliki beberapa arti. Profesi dalam percakapan sehari-hari dapat diartikan sebagai pekerjaan (tetap) untuk memperoleh nafkah (belanda: baab, inggris: job atau occupation), baik legal maupun tidak. Profesi diartikan sebagai setiap pekerjaan untuk memperoleh uang. Dalam artian lebih teknis, profesi diartikan sebagai setiap kegiatan tertentu untuk memperoleh nafkah yang dilaksanakan secara berkeahlian yang berkaitan dengan cara berkarya dan hasil karya yang bermutu tinggi, dengan imbalan bayaran yang tinggi. Keahlian diperoleh lewat proses pengalaman, dengan belajar di lembaga pendidikan tertentu, latihan intensif, atau paduan dari ketiga nya. Ditinjau dari pengertian ini, sering dibedakan pengertian profesional dan profesionalisme sebagai lawan dari amatir dan amatirisme, juga sering dikatakan pekerjaan tetap sebagai lawan dari pekerjaan sambilan. [4]
Roscoe pound, seorang filsuf hukum tokoh aliran sociological jurisprudence yang terkenal dengan gagasannya tentang hukum sebagai “ a tool for social engineering “ pandangannya dalam pengertian profesi pada dasarnya sejalan dengan persons menurut persons “ profesional bukanlah kapitalis, pekerja (buruh), administrator pemerintah, birokrat, ataupun petani pemilik tanah. Batas lingkup profesi sebagai institut tidak jelas dan tegas dalam kenyataannya terdapat kelompok-kelompok marginal yang status keprofesionalannya ekuivokal. Namun demikian  kriteria inti untuk mengkualifikasikan suatu okupasi sebagai suatu profesi sudah cukup jelas, yakni bahwa profesi mensyaratkan pendidikan teknik yang formal, dilengkapi dengan cara pengujian yang terinstitusionalisasikan adekuasi pendidikannya dan kompetensi orang-orang hasil didikannya pengujian para calon pengemban profesi sangat mengutamakan evaluasi rasionalitas kognitif yang diterapkan pada bidang khusus tertentu karenanya sangat menekankan unsur intelektual.
Dapat diambil kesimpulan pengertian profesi adalah pekerjaan tetap berupa pelayanan (service occupation) pelaksanaannya dijalankan dengan menerapkan pengetahuan ilmiah dalam bidang tertentu, dihayati sebagai suatu panggilan hidup, serta terikat pada etika khusus (etika profesi) yang bersumber pada semangat pengabdian terhadap sesama manusia. Dari pengertian ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa profesi adalah suatu fungsi kemasyarakatan tertentu yang perwujudannya mensyaratkan disiplin ilmu tertentu. Ada lima sistem okupasi yang dapat dikualifikasi sebagai profesi dalam pengertian ini yakni: keimanan (ulama), kedokteran, hukum jurnalistik dan pendidikan, kelimanya berkaitan langsung dengan martabat manusiawi dalam keutuhannya, berupa relasi dengan yang transenden, kepastian hukum yang berkeadilan, informasi yang relevan, dan solidaritas yang dinamis kreatif. [5]  
                                   
2.    Pengertian Etika
WJS. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa pengertian etika adalah : ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). (WJS. Poerwadarminta, 1986 : 278)
Menurut Verkuyl, perkataan etika berasal dari perkataan “ethos” sehingga muncul kata-kata ethika. (Rudholf Pasaribu, 1988 : 2) perkataan ethos dapat diartikan sebagai kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseoorang untuk berbuat kebaikan.
Dr. James J.Spillane SJ. Mengungkapkan bahwa etika atau ethics memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. (budi susanto (ed) dkk, 1992 : 42).
Dalam bahasa “agama islam” istilah etika ini adlah merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut perilaku manusia bersifat perbuatan lahiriah saja, akan tetapi mencangkup hal-hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah dan syari’ah.
Karena itu akhlak islami cakupannya sangat luas yaitu menyangkut etos, etis, moral dan estetika. Karenanya :
a.    Etos, yang mengatur hubungan seseorang dengan khaliknya, al-ma’bud bi haq serta kelengkapan uluhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-rasul allah, kitabnya dan sebagainya.
b.    Etis, yang mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesamanya dalam kegiatan kehidupan sehari-harinya.
c.    Moral, yang mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan atau yang menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d.    Estetika, rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkingannya, agar lebih indah dan menuju kesempurnaan. (abdullah salim, 1985:12)
Dari diatas, maka dapatlah dirumuskan bahwa akhlak ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan yang harus dihindari dalam hubungan dengan allah swt, manusia dan alam sekitar dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan nilai moral-moral.
Kalau kita berbicara tentang moral atau etika seseorang atau sekemlompok orang, maka yang dimaksud adalah bukan hanya apa yang biasa dilakukan orang atau sekelompok orang itu, melainkan juga apa yang menjadi pemikiran dan pendirian mereka mengenai apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang patut dan apa yang tidak patut untuk dilakukan. Perbuatan-perbuatan atau perilaku orang pada umumnya, tidak selalu adalah tanda, adalah manifestasi keyakinan atau pandangan hidup orang. [6]

3.    Etika Profesi, kode etik dan landasan
Seorang pengemban profesi harus dapat memutuskan apa yang harus dilakukannya dalam melaksanakan tindakan pengembanan profesionalnya. Hubungan antara pengemban profesi dan pasien atau kliennya adalah hubungan personal, hubungan antar subyek pendukung nilai, karena itu secara pribadi ia bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang dijalankannya.
Secara formal yuridis kedudukan pengemban profesi dan kliennya adalah sama. Namun secara sosio psikologis dalam hubungan ini terdapat ketidakseimbangan disebabkan oleh ketidakmampuan pasien atau klien untuk dapat menilai secara obyektif pelaksanaan kompetensi teknikal pengemban profesi yang dimintai pelayanan profesionalnya. Jadi hubungan horizontal antara pengemban profesi dan kliennya sesungguhnya hanyalah merupakan hubungan kepercayaan. Karenanya dalam menjalankan pelayanan profesional, para pengemban profesi dituntut untuk menjiwainya dengan sikap etis tertentu. Sikap etis inilah yang dinamakan etika profesi.
Hubungan antara tuhan dan manusia merupakan hubungan personal vertikal yang berlandaskan cinta kasih. Hubungan ini merupakan akar dari hubungan personal horizontal yang bersifat kepercayaan, sehingga akan memotivasi untuk menghayati profesi sebagai fungsi kemasyarakatan dan memotovasi untuk mewujudkan etika profesi sebagai sikap hidup dalam mengemban profesi.
Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian integral dari sikap hidup dalam menjalani kehidupan sebagai pengemban profesi. Kepatuhan pada etika profesi tergantung kepada akhlak pengemban profesi yang bersangkutan karena awam tidak dapat menilai. Karenanya kalangan pengemban profesi itu sendiri membbutuhkan adanya pedoman obyektif yang lebih konkret bagi perilaku profesionalnya yang kemudian diwujudkan dalam seperangkat kaidah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi yang disebut kode etik profesi (disingkat kode etik) berupa tertulis maupun tidak tertulis. Pada dasarnya, di satu pihak kode etik termasuk kelompok kaidah moral positif yang bertujuan untuk menjaga martabat profesi yang bersangkutan, dan dilain pihak bertujuan untuk melindungi pasien atau klien (warga masyarakat) dari penyalahgunaan keahlian dan atau otoritas.
4.    Profesi hukum
Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain, misalnya profesi dokter, profesi akuntan, profesi teknik, dan lain-lain. Profesi hukum mempunyai ciri tersendiri, karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan kepentingan manusia/orang yang lazim disebut “klien”. Profesi hukum dewasa ini memiliki daya tarik tersendiri, akibat terjadinya suatu paradigma baru dalam dunia hukum, yang mengarah pada peningkatan penegakan hukum. Appalagi dewasa ini isu pelanggaran hak asasi manusia semakin marak diperbincangkan dan telah terjadi wacana publik yang sangat menarik.
Profesi hukum mempunyai keterkaitan dengan bidang-bidang hukum yang terdapat dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, misalnya kehakiman, kejaksaan, kepolisian, mahkamah agung, serta mahkamah konstitusi. [7]
Profesi hukum berkaitan dengan masalah mewujudkan dan memelihara ketertiban yang berkeadilan didalam kehidupan bermasyarakat. Penghormatan terhadap martabat manusia merupakan titik tolak atau landasan bertumpunya atau tujuan akhir darin hukum.
Untuk mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, hukum merupakan sarana yang mewujud berbagai kaidah perilaku kemasyarakatan yang disebut kaidah hukum. Keseluruhan kaidah hukum positif yang berlaku dalam suatu masyarakat tersusun dalam suatu sistem yang disebut tata hukum. Ada dan berfungsinya tata hukum dengan kaidah-kaidah hukumnya serta penegakannya merupakan produk dari perjuangan manusia dalam upaya mengatasi masalah-masalah kehidupan. Dalam dinamika kesejahteraan manusia, hukum dan tata hukumnya tercatat sebagai salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengadaban dan penghalusan dari budi manusia.
Salah satu fungsi kemasyarakatan agar kehidupan manusia tetap bermartabat adalah dengan menyelenggarakan dan menegakkan ketertiban yang berkeadilan dalam kehidupan bersama  sebagai suatu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari pada tingkat peradaban yang telah majemuk, fungsi kemasyarakatan penyelenggaraan dan penegakkan ketertiban yang berkeadilan ini mewujudkan dalam profesi hakim. H.F..M. Crombag dalam makalahnya yang berjudul “notities over de juridische opleiding” (1972) yang mengklasifikasikan peran kemasyarakatan profesi hukum itu kedalam empat bidang karya hukum, yakni: penyelesaian konflik secara formal (peradilan), pencegahan konflik (legal drafting, legal advice), penyelesaikan konflik secara informal, dan penerapan hukum diluar konflik. Jabatan-jabatan seperti hakim, advokad dan notaris termasuk profesi hukum masa kini yang mewujudkan bidang karya hukum secara khas.
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                       
a.    Profesi Hakim
Untuk menyelesaikan konflik kepentingan yang seering terjadi dalam masyarakat dengan baik secara teraturdemi terpeliharanya ketertiban yang berkedamaian didalam masyarakat, diperlukan adanya suatu institusi (kelembagaan) khusus yang mampu menyelesaikan masalah secara tidak memihak (imparsial) dengan berlandaskan patokan-patokan yang berlaku secara obyektif. Dalam negara modern penyelesaian konflik ini dilakukan melalui proses formal yang panjang yang dimulai dengan perang tanding yang “goodsoordeel” (ordeal) lewat penyelesaian oleh pimpinan masyarakat lokal, dengan kepastian yang berkeadilan. Dari sini terbentuklah institusi peradilan lengkap dengan aturan-aturan yang prosedural dan jabatan-jabatn yang berkaitan yaitu hakim, advokadd dan jaksa, dengan wewenang pokok yang disebut kewenangan (kekuasaan) kehakiman, untuk melakukan tindakan pemeriksaan, penilaian, dan penetapan nilai perilaku manusia tertentu serta menentukan nilai suatu situasi kongkret dan menyelesaikan persoalan (konflik) yang ditimbulkannya secara impersial berdasarkan hukum (patokan obyektif). Dalam kenyataan kongkret pengambilan keputusan dalam mewujudkan  kewenangan kehakiman dilaksanakan oleh pejabat lengkap lembaga peradilan yang disebut hakim.
Tugas hakim pada dasarnya adalah memberi keputusan dalam setiap perkara (konflik) yang dihadapkan kepadanya, menetapkan hal-hal seperti hubungan hukum nilai hukum daripada perilaku, serta kedudukan hukum pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perkara yang dihadapkannya.
Untuk dapat menyelesaikan konfllik secara imparsial berdasarkan hukum yang berlaku, para hakim harus slalu mandiri dan bebas dari pengaruh pihak manapun termasuk pemerintah sekalipun dalam mengambil keputusan. Para hakim hanya terikat pada fakta-fakta yang relevan dan kaidah hukum yang menjadi atau dijadikan landasan yuridis keputusannya seperti dikatakan mochtar kusumaatmadja (1974:17) hakim memiliki kekuasaan yang besar terhadap para pihak (yustisiabel) berkenaan dengan masalah atau konflik-konflik yang dihadapkan kepadanya.
Berdasarkan uraian tadi dapat kita simpulkan bahwa sikap etis atau etika profesi hakim harus berintikan: taqwa kepada tuhan yang maha esa, jujur, adil, bijaksana, imparsial (tidak memihak), sopan, sabar, memegang teguh rahasia jabatan, dan solidaritas sejati. Kesemuanya itu harus tercermin dalam perilaku sehari-hari, karna hanya dengan bersikap etis sedemikian para hakim akan mampu memelihara martabat dan kewibawaannya
Sekarang ini diindonesia etika profesi telah dijabarkan kedalam kode kehormatan kehakiman yang ditetapkan oleh Rapat Kerja pada Ketua Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri dibawah pimpinan Mahkamah Agung pada tahun 1966 yang kemudian diteguhkan dan dimantapkan dalam musyawarah nasional Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) ke-IX pada tanggal 23 maret 1988.

b.     Profesi Advokad
Dalam kenyataannya setiap negara memiliki sebuah organisasi atau lembaga yang memberikan jasa pelayanan hukum terhadap oranng atau lembaga yang membutuhkan layanan hukum tersebut. Lembaga tersebut lazim disebut “advokad” atau pengacara. Diindonesia keberadaan advokad tidak terlepas dari pengaruh pemerintah belanda yang menjajah indonesia pada waktu itusehingga pengaturan advokad tetap mengacu pada ketentuan peraturan pemerintah belanda tersebut.
Pada dasarnya ada dua pokok tugas advokad, yakni memberi nasehat hukum untuk menjauhkan klien dari konflik dan mengajukan atau membela kepentingan klien dipengadilan peran utama seorang advokad pada saat berperkara dipengadilan adalah mengajukan berbagai fakta dan pertimbangan yang relevan dari sudut pihak kliennya sehingga memungkinkan bagi hakim untuk menetapkan keputusan yang adil. Profesi advokad pada dasarnya dapat berperan pada semua bidang karya hukum, sehingga pada dasarnya etika profesi hakim juga berlaku bagi para advokad.

c.    Profesi Notaris
Dalam kehidupan sehari-hari, dirasakan kebutuhan akan adanya suatu alat bukti, bahkan pada zaman kaisar yustinianus (romawi) telah dikenal tentang peraturan pembuatan alat bukti. Pada awalnya alat bukti itu hanyalah berdasarkan kepada “saksi”, namun demikian selalu ada mengalami perubahan, dengan sendirinya “keyakinannya” dapat mengalami perubahan.
Namun demikian, ketika itu alat yang paling wajar hanyalah saksi, yang mana saksi itu adlah orang “yang pada waktu perbuatan hukum itu berlangsung”, saksi yang bersangkutan ikut hadir, orang itu dihadapkan untuk memberikan “kesaksian” tentang apa yang mereka dengar dan apa yang mereka lihat.
Notaris sebagai pejabat umum diangkat oleh negara, bekerja juga untk kepentingan negara, namun demikian notaris bukanlah pegawai sebagaimana dimaksud dalaam undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, sebab dia tidak menerima gaji, dia hanya menerima honorarium atau fee dari klien. Dan dapat dikatakan bahwa notaris, adlah pegawai pemerintah tanpa menerima suatu gaji dari pihak pemerintah, notaris dipensiunkan oleh pemerintah, akan tetapi tidak menerima pensiun dari pemerintah.
Karena tugas yang diemban notaris adlah tugas yang seharusnya merupakan tugas pemerintah, maka hasil pekerjaan notaris mempunyai akibat hukum, notaris dibebani sebagian kekuasaan negara dan memberikan pada aktenya kekuatan otentik dan eksekutorial.
Fungsi dan peran notaris dalam gerak pembangunan nasional yang semakin kompleks dewasa ini tentunya makin luas dan makin berkembang, sebab kelancaran dan kepastiaan hukum segenap usahayang dijalankan oleh segenap pihak makin banyak dan luas, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari pelayanan dan produk hukum yang dihasilkan oleh notaris. Pemerintah (sebagian yang memberikan  sebagian wewenangnya kepad anotaris) dan masyarakat banyak tentunya mempunyai harapan agar pelayanan jasa yang diberikan oleh notaris benar-benar memiliki nilai dan bobot yang dapat diandalkan.
Jabatan notaris, selain jadi jabatan yang menggeluti masalah-masalah teknis hukum, juga turut berpartisipasi aktif dalam pembangunan hukum nasional, oleh karena itu notaris harus senantiasa slalu menghayati idealisme perjuangan bangsa secara menyeluruh. Untuk itu (terutama sekali dalam rangka peningkatan jasa pelayanannya) notaris harus selalu mengikuti perkembangan hukum nasional, yang pada akhirnya notaris mampu melaksanakan profesinya secara proposional. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang notaris harus berpegang teguh kepada kode etik jabatan notaris, karena tanpa itu harkat dan martabat profesionalisme akan hilang sama sekali.[8]

d.    Profesi dosen hukum
Kode etik fakultas hukum tidak jauh berbeda dengan kode etik yang berlaku pada profesi hukum lainnya. Lebih istimewanya lagi dosen fakultas hukum negeri merupakan jabatan fungsional yang dalam melakukan tuganya selalu dituntut seprofesional mungkin, sebab dosen fakultas hukum merupakan organisassi yang memberikan pelayanan kepada mahasiswanya sebagai anak didik. Oleh karena itu, kalau seorang dosen dalam menjalankan tugasnya tidak profesional maka akan mempunyai dampak kepada mahasiswanya. Dalam artian bahwa seorang dosen dituntut untuk memberikan contoh yang baik kepada mahasiswanya sehingga mahasiswa dapat memetik teladan dari perilaku dosen yang bersangkutan. Hal ini perlu dilakukan agar kedepan anak didiknya tidak berperilaku menyimpang dari hukum dan norma-norma yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Sebab dosen merupakan sosok yang akaan menentukan nasib bangsa kedepan, khususnya menyangkut penegakan hukum direpublik ini. Seandainya seorang dosen berperilaku tidak terpuji, akan menjadi preseden mahasiswanya, oleh karena itu tugas dosen selaku pendidik dan guru sangat diharpkan oleh masyarakat. [9]
e.    Profesi kejaksaan
Dalam penjelasan umum undang-undang nomor 16 tahun 2004 tentang kejaksaan dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsipn penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan  bagi setiap orang dihadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepasstian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
Dalam usaha memperkuat prinsip diatas maka salah satu subtansi penting perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indosesia tahun 1945 telah membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Berdasarkan perubahan tersebut, dipertegas oleh undang-undang nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang menyatakan bahwa badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kahakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia.
f.     Profesi kepolisian
Dalam diktum penjelasan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dinyatakan: perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebakanya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas. Telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang, dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya.
Kepolisian merupakan salah satu pilar pertanahan negara, yang khusus menangani ketertiban dan keamanan masyarakat. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perubahan kedua, ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 dan TAP MPR No. VII/MPR/2000, keamanan dalam negeri dirumuskan sebagai format tujuan kepolisian negara republik indonesia dan secara konsisten dinyatakan dalam perincian tugas pokok, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban msyarakat, menegakkan hukum, serta melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat. Namun dalam penyelanggaraan fungsi kepolisian, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara fungsional dibantu oleh kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa melalui pengembangan asas subsidaritas dan asas partisipasi. [10]

5.    Fungsi Kode Etik Profesi Hukum
Pada umumnya, suatu profesi atau pekerjaan yang terikat  secara institusional dan mengabdi pada layanan sosial, selain terikat dalam suatu landasan materil yang jelas, seperti kaidah-kaidah hukum, juga secara khusus diatur dan diikuti oleh rambu moral. Landasan yang bersifat moralistik (etik) ini diorientasikan untuk menjadi pijakan yang lebih tepat terhadap seseorang yang sudah mendapatkan kepercayaan masyarakat dan negara dalam melakukan tugas-tugas (pekerjaan) penting. Landasan moral sering diketengahkan pada saat awal seseorang memasuki suatu “Medan”kerja” (profesi) dengan harapan profesi atau kerjaan yang dilakukannya, disamping dapat mencapai target yang ditentukan, dapat terhindar dari kemungkinan terjadinya penodaan terhadap tujuan luhur suatu profesi.
Beberpa fungsi kode etik adalah sebagai berikut:
a)    Kode etik itu ditujukan sebagai acuan control moral atau semacam pengawasan perilaku yang sanksinya lebih dikonsentrasikan secara psikologis dan kelembagaan. Pelaku profesi yang melanggar, selain menyalahi ketentuan perundang undangan yang berlaku (kalau ada indikasi yang dapat menunjukkan jenis dan modus pelanggarannya), juga dapat tanggung jawab secara moral berdasarkan kode etik profesinya. Oleh karena itu, sehubungan denga nilai-nilai dan kepentingan yang terlibat didalamnya, pengemban profesi dituntut untuk melaksanakan pelayanan profesional dengan dijiwai sikap etis tertentu. Sikap etis itulah yang disebut etika.
b)    Kode etik profesi menuntut terbentuknya integritas moral yang kuat dikalangan pengemban profesi. Dengan integritas moral yang kuat ini , diharapkan kompleksitas dan akumulasi tantangan dapat dijawab tanpa perlu merusak citra kelembagaan
c)    Martabat atau jati diri suatu organisasi profesi akan ditentukan pula oleh kualitas pemberdayaan kode etik profesi organisasi itu sendiri. Dengan kode etik profesi, bukan hanya klien yang bisa diartikulaasikan hak-haknya, melainkan kepentingan negara secara umum juga dapat dijaga.
d)    Kode etik profesi itu menjadi acuan supaya anggota profesi tetap bermartabat dalam profesinya. Dengan adanya kode etik ini, suatu profesi yang dijalankan akan menghindari komunnitas dan interaksi yang liar dan cenderung “menolelir” beragamm cara melanggar norma-norma.
e)    Kode etik mencegah pengawasan ataupun campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah atau oleh masyarakat melalui beberapa agen atau pelaksanaannya. Jika sebuah tingkatan standadisasi diinginkan, siapa yang harus menentukan peraturan tentang kelakuan baik seseorang ? haruskah kini hukum bertindak dengan mencoba mengatur secara detail perangai penyandang profesi terhadap klien atau sesama penyandang profesi ? haruskah hukum mulai mengatur dan mengarahkan hubungan antara seorang pengacara denga kliennya, guru dengan muridnya, atau antara seorang insinyur dengan majikannya serta dengan masyarakat umum? Didalam masyarakat, konflik antara pengaturan oleh hukum dengan keinginan para anggota profesi dapat terjadi sewaktu-waktu. Dalam kasus semacam ini ada yang berpendapat bahwa hukum cenderung menjadi negative, sementara etikka mengarahkan prnyandang profesi pada cita-cita yang telah digariskan bersama. Hukum adalah sarana kontrol sosial yang paling jelas kelihatan,, maka harus dipergunakan hanya pada saat cara-cara lain untuk melindungi hak-hak individu dan masyarakat tidak jalan. Ada ruang lingkup tertentu bagi perilaku manusia dimana hukum tidak tepat bila digunakan sebagai insrtumen kontrol sosial, dimana prinsip-prinsip moralitas sehari-hari tampak tidak berfungsi. Meskipun demikian, sebagai gantinya ada juga beberapa patokan dan kesepakatan penting dalam kehidupan manusia. Para penyandan profesi telah memilih untuk menyelenggarakan dan menetapkan patokan-patokan tertentu bagi kelompoknya sendiri. Sementara itu, kode-kode (kode etik) diperlukan untuk melindungi kelompoknya sendiri, maupun masyarakat pada umumnya.
Beberapa persoalan yang muncul kemudian adalah kode etik sekitar hubungan antara penyandang profesi dengan pasien, klien, murid, pimpinan dan sebagainya, serta kewajiban para anggota profesi terhadap masyarakat pada umumnya.   [11]

6.    Pentingnya kode etik profesi hukum
Dalam drama cade’s rebellion, shakespeare mengatakan, “let’s kill all the lawyers”, bunuhlah semua pengacara (profesional hukum), kalau ingin mengubah negara demokratis menjadi negara totaliter (absolute), atau jika kita ingin negara ini penuh korupsi, bobrok rusak dan hancur karena main kuasa dan main hakim sendiri.[12]  Pernyataan ini menunjukkan hakikat para penegak hukum (hakim, jaksa, pengacara, notaris, dan polisi) adalah pembela kebenaran dan keadilan. Para pemangku profesi hukum bertugas memberi kepastian hukum kepada pencari kebenaran dan keadilan. Mereka memberi bantuan hukum secara profesional kepada klien berdasarkan hukum, keadilan, dan kebenaran. Mereka menjalankan profesinya dengan iktikad baik dan ikhlas. Oleh karena itu, profesi hukum merupakan profesi terhormat dan luhur. Karena mulia dan terhormat, profesional hukum seharusnya menjadikan profesi ini sebagai pilihan dan sekaligus panggilan hidupnya untuk melayani masyarakat dibidang hukum.
Hal ini akan mendorong dirinya untuk bekerja dengan penih tanggung jawab dengan mengutamakan kualitas hasil pekerjaannya berdasarkan kebenaran dan keadilan bagi pencari keadilan dan kepastian hukum. Ia bekerja tanpa pamrih dengan mendahulukan kepentingan pencari kliennya daripada kepentingan dirinya. Sikap seperti ini akan menghalangi dirinya menjadi calo atau broker hukum yanng membisniskan profesinya. Profesional hukum yang mencintai sebagai tugas mulia akan menjunjung tinggi etika profesi. Ia merasa yakin bahwa mellalui profesi hukum, ia bersedia mengabdi pada sesama sebagai idealismenya.
Kode etik penting bagi profesi hukum karena profesi hukum merupakan suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama.[13]serta memiliki izin untuk menjalankan profesi hukum. Untuk itu, kode etik perlu diumumkan dan disebarluaskan agar masyarakat pun mengetahui dan memahaminya. Masyarakat pun diminta untuk berpartisipasi dalam mengawasi para profesional hukum. Mereka tentu saja diharapkan untuk melapor dan apabila perlu menuntut manakala profesional hukum ketahuan melanggar kode etik profesinya.
Profesi luhur dan terhormat ini sudah lama dicemari oleh perilaku profesi hukum sendiri. Selama ini, profesional hukum lebih memihak pada kekuasaan dan konglomerat daripada rasa keadilan masyarakat. Aroma korupsi, kolusi, dan nepotisme sangat kental pada penyelenggaraan peradilan. Akibatnya, profesi hukum dituduh sebagai salah satu white colour crime (penjahat berdasi) atau educated criminals (penjahat terpelajar). Penyalahgunaan ini dapat terjadi karena aspek persaingan dalam mencapai popularitas diri dan finansial atau karena tidak adanya disiplin dir. Kaum profesional ini berkompetisi dengan menginjak-injak asas solidaritas dengan teman seprofesi dan asas solidaritas pada klien yang kurang mampu.[14] Kecenderungan ini terjadi karena pelaku profesi hukum membisniskan profesinya.[15]
Dengan adanya kode etik, kepercayaan masyarakat akan diperkuat karena setiap klien merasa ada kepastian bahwa kepentingannya terjamin. Profesional hukum memberikan pengayoman dan rasa keadilan. Akibatnya, selain masyarakat mengetahui adanya hukum dan dapat memanfaatkan hukum, merekapun merasa hukum adalah miliknya karena mereka merasa diayomi oleh hukum. Hukumpun mendapat pengakuan dan legitimasi dari masyarakat. Dengan demikian, kesadaran hukum dan kepatuhan pada hukum akan eksis dalam masyarakat. Kode etik hukum ini harus selalu direfleksi kembali sehingga sewaktu-waktu bisa dinilai dan jika perlu direvisi atau disesuaikan dengan kondisi yang sedang berlangsung. Untuk itu, pelaksanaan kode etik ini harus diawasi terus menerus dan berada dibawah kontrol sosial dari dewan kehormatan atau komisi pengawasan. Dewan kehormatan harus menilai dan menindak dengan tegas berupa pemberian sanksi kepada pelanggar kode etik. Dewan kehormatan menyelenggarakan rapat tahunan untuk mengevaluasi pelaksanaan kode etik.


 Kode etik profesi hukum memuat kewajiban dan keharusan untuk menjalankan profesi nya secara bertanggung jawab atas hasil dan dampak dari perbuatannya dan keharusan untuk tidak melanggar hak-hak orang lain.  Kode etik ini bukanlah hukum, melainkan nilai dan norma sebagai tolak ukur bagi profesional hukum dalam menegakkan kewibawaan hukum yang berperikemanusiaan dan berkeadilan. Pada gilirannya, kode etik akan membentuk etos kerja pada setiap anggota profesi hukum agar menjadi profesional hukum yang berprofesi luhur, yang menjalankan profesinya sebagai perwujudan komitmen tanggung jawab keilmuan, dan integritas moral individu pada pengabdian sesama, dengan mencintai dan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan diatas uang dan jabatan.
Melalui kode etik ini, para profesional hukum diharapkan memiliki beberapa kualitas diri yang menjadi acuan penilaian dan sikap moralnya dalam melaksanakan profesinya. Kualitas moral tersebut adalah kejujuran kepada hati nuraninya sendiri, tuhan, dan klien. Kejujuran adalah dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara moral. Orang dapat membedakan mana hak nya mana hak orang lain. Sikap jujur pertama berarti sikap terbuka, yang tercermin dalam pelayanannya kepada klien yang tidak mampu (dalam hal finansial), sikap jujur kedua adalah sikap fair atau wajar, dengan melihat klien sebagai sesama manusia sehingga terhindar dari tindakan yang otoriter, kasar, dan sewenang-wenang. Klien harus dipandang sebagai subjek yang perlu dihormati dan dihargai secara wajar, apa ada nya.  

7. STUDI KASUS
1. Pelaksanaan Ujian Nasional  (UN)  2009

"Kasus-kasus yang ditemukan pada pelaksanaan UN 2009 mulai dari kategori ringan terkait pencetakan dan distribusi soal hingga dugaan kebocoran soal UN," kata Inspektur IV Itjen Depdiknas Amin Priyatna kepada pers di Jakarta, Senin (4/5). Terkait masalah distribusi dan pencetakan soal, Amin yang dalam keterangannya didampingi Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Prof Mungin Eddy Wibowo mengatakan, tim Itjen menerima laporan dari berbagai daerah  antara lain kesalahan nomor pada soal, nomor soal tercetak dua kali,  soal tertukar yakni soal A masuk ke amplop soal B, kualitas kertas yang mudah rusak.
Beberapa kasus terkait pencetakan dan kendala dalam distribusi soal  antara lain di Bangka Tengah, Magelang, Purbalingga, Mamuju Sulbar, Majene Sulsel, dan Kabupaten Padang Panjang.

Terkait dugaan kebocoran soal UN, Amin mengatakan, upaya membocorkan soal terjadi sehari menjelang pelaksanaan UN terjadi di Bengkulu Selatan yang melibatkan 16 orang, yakni 10 kepala sekolah SMA Negeri, empat kepala sekolah swasta, satu kepala sekolah Madrasah Aliyah Negeri dan seorang kabid  Dikmenum Diknas setempat.

"Kasusnya sedang diproses pihak kepolisian karena upaya tindak kecurangan dengan cara menyembunyikan soal cadangan saat penyerahan kepada pihak kepolisian," katanya.
Kecurangan tersebut segera diketahui polisi yang langsung menangkap basah saat terjadi pembagian berkas di antara ke-16 orang tersebut sehingga jawaban soal tidak sempat dibocorkan kepada peserta didik, katanya.

Itjen juga menerima laporan dari SMPN I Bengkulu tentang adanya guru yang membocorkan soal dan jual beli soal di SMP di Kendari, dugaan kebocoran jawaban soal di SMP Negeri di Bandung, guru di Banten yang membacakan jawaban soal ujian kepada siswa di dalam kelas.
Sementara itu, Ketua BSNP Prof Mungin Eddy Wibowo menambahkan, panitia UN dan tim pemantau BSNP juga memperoleh laporan adanya pungutan uang UN di sekolah swasta di Bandung barat yang seharusnya gratis. "Di sejumlah daerah yang dilanda banjir juga diperoleh laporan soal UN yang rusak, siswa terlambat mengikuti UN karena banjir," katanya.

Terkait dengan penemuan kasus pada UN tahun 2008, Amin Priyatna mengatakan,  Itjen telah memberikan rekomendasi kepada kepala daerah tentang temuan dan tindakan yang perlu dilakukan terhadap oknum guru, kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan yang terbukti melakukan kecurangan.    "Hasil temuan kami laporkan kepada Mendiknas dan disampaikan kepada kepala daerah di masing-masing propinsi dan kabupaten. Tahun 2008 ada lima propinsi, antara lain  Medan Sumut, Bandung Jabar, Garut Jabar, dan Sulawesi Tenggara," ungkapnya.

PEMBAHASAN :Apa yang menarik tentang kebijakan UN ? yang menarik adalah karena pelaksanaan UN selalu tidak pernah lepas dari penyimpangan (kebocoran soal-soal UN dll), meskipun fakta penyimpangan sekali lagi bukan menjadi sesuatu yang baru dan menjadi sebuah hal yang wajar dibanyak kebijakan, namun menjadi menarik dan tidak wajar ketika pelaku penyimpangan telah melibatkan oknum-oknum seperti kepala dinas hingga guru, bukankah ini sebuah realitas yang paradoks ditengah memuncaknya semangat pemuliaan guru melalui undang-undang guru dan dosen (UUGD)?
Dalam konteks UN, Sepintas guru memang perlu dipertanyakan moralitasnya, namun tidaklah fair jika semuanya itu dilimpahkan kepada guru sebab semua itu tidaklah berdiri sendiri-sendiri. Menurut Ade Irawan kepala korupsi pendidikan ICW “mentengarai, guru yang melakukan curang itu, karena ada tekanan dari atas, yakni kepala sekolah, lalu kepala sekolah ditekan oleh kepala dinas, dan kepala dinas ditekan oleh kepala daerah,"
Jadi “sempurnya” aturan sempurna pula penyimpangannya, begitulah kira-kira kata yang pantas untuk menggambarkan sisi lain pelaksanaan UN sebab meskipun setiap tahunnya pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah berupaya meminimalisir segala bentuk penyimpangan UN, ternyata tidak menghentikan oknum-oknum terorganisir untuk sengaja berbuat menyimpang dalam pelaksanaan UN.
Realitas ini apakah bisa dijadikan sebagai kesimpulan sementara tentang “ketidakjujuran” para pelaku pendidikan kita? Jika pemahaman tentang kejujuran itu merupakan sebuah sikap apa adanya? Maka perilaku menyimpang dengan sengaja melakukan pembocoran soal secara sistematis merupakan salah satu bentuk kejujuran para pendidik kita, sebuah sikap kejujuran tentang ketimpangan pendidikan yang dirasakannya, kejujuran yang tidak pernah maksimal didengar oleh pengambil kebijakan, dan pengabaian hak-hak evaluasi guru sebagaimana yang digariskan dalam Undang-undang sisdiknas pada akhirnya memaksa para pendidik kita untuk memodifikasi konsep kejujurannya dengan apa yang populer kita sebut “menyimpang dalam UN” Dapatkah pemerintah bersikap lebih bijak dengan tidak memaknai hanya apsek formilnya saja?




















BAB III
PENUTUP


1.    Kesimpulan
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis.
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF REGULATION (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, tanggung jawab profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilainilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus.

Kesadaran itu penting dan lebih penting lagi kesadaran itu timbul dari Diri kita masing - masing yang sebentar lagi akan menjadi pelaksana profesi di bidang komputer disetiap tempat kita bekerja, dan selalu memahami dengan baik atas Etika Profesi yang membangun dan bukan untuk merugikan orang lain.

2.    Saran
Agar tidak menyimpang dari kode etik yang berdampak pada profesionalitas kerja maka :
1.    Memperbanyak pemahaman terhadap kode etik dan tanggung jawab profesi
2.    Mengaplikasikan keahlian sebagai tambahan ilmu dalam praktek pendidikan yang di jalani.
3.    Pembahasan makalah ini menjadikan individu yang tahu akan pentingnya kode etik dan tanggung jawab profesi.
4.    Kode etik yang diterapkan hendaknya disesuaikan dengan keadaan yang memungkinkan untuk dapat dijalankan bagi kelompok profesi.
5.    Terhadap pelaksanaan profesi hendaknya menjalankan profesi yang jalani sesuai dengan kode etik yang ditetapkan agar profesi yang dijalani sesuai dengan tuntutannya.






DAFTAR PUSTAKA
Supriadi. Etika & tanggung jawab profesi hukum. (Jakarta: sinar grafika, 2006)
Suhrawardi. Etika profesi hukum. (Jakarta: sinar grafika, 1994)
Muhammad Nuh. Etika profesi hukum. (Bandung:  pustaka setia, 2011)
Rasjidi ira thania dan rasjidi lili. Pengantar filsafat hukum. (Bandung: mandar maju, 2012)
Habeyb. 1995.  Etika profesi notaris dalam penegakan hukum pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta.
E.Sumaryono. Etika profesi hukum,(yogyakarta: kanisius, 1995)
A. Gunawan Setiadja. Dialektika hukum dan moral. (yogyakarta: kanius, 1990)  










[1] Kamus besar bahasa indonesia, op. Cit. , hlm 789.
[2] Habeyb, kamus populer, dalam Liliana Tedjosaputro, etika profesi notaris dalam penegakan hukum pidana, Bigraf Publishing, Yogyakarta, 1995, hlm. 32
[3] Komaruddin, ensiklopedia manajemen, dalam liliana tedjosaputri, ibid.
[4] Disadur dari etika dan kode etik profesi hukum oleh B. Arief Sidharta, 1991
[5] Rasjidi ira thania dan rasjidi lili, pengantar filsafat hukum, (bandung: mandar maju, 2012) hlm. 91-92
[6] A. Gunawan Setiadja, dialektika hukum dan moral, (yogyakarta: kanius, 1990) hlm: 91
[7] Supriadi, etika dan tanggung jawab profesi hukum diindonesia, (jakarta: sinar grafika, 2006), hlm. 19.
[8] Suhrawardi k. Lubis.etika profesi hukum, (jakarta: sinar grafika, 1994), hlm. 33
[9] Supriadi. Etika dan tanggung jawab profesi hukum didindonesia, (jakarta: sinar grafika), hlm 147
[10] Supriadi. Etika dan tanggung jawab profesi ukum diindonesia, (jakarta: sinar grafika), hlm. 127.
[11] E. Sumaryono, etika profesi hukum, yogyakarta: kanisius, hlm 34-35
[12] Lihat di E.Y. Kanter, S.H., Etika Profesi Hukum, sebuah pendekatan Sosio-Religius, Jakarta: storia grafika, 2001, hlm 110.
[13] Paul F. Camenisch, grounding Proffesional Ethics in a Pluralistic socierl, new york: haven publication, 1983, hlm.48
[14] Kanter, ibid., hlm 111.
[15] J.E. Sahetapy, kejahatan korporasi, Bandung: Eresco, hlm. 10-27

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus